Perjalanan itu mengingatkan aku akan semuanya, menyadarkanku begitu berharganya kamu untukku. Akhirnya aku bertemu denganmu lagi setelah sekian lama, setelah semua yang terjadi dan memisahkan kita selama ini. Ketidakcocokan kecil disana sini, keegoisanmu, spekulasiku, kecurigaanmu, kecemburuanku. Meskipun begitu, sebenarnya kita berdua selalu saling melengkapi, Kamu adalah storyteller yang hebat. Rentetan deskripsi mendetail di setiap cerita yang kamu buat, akhir yang twisted, kata – kata ilmiah yang selalu kamu sertakan, istilah-istilah budaya pop yang kamu torehkan, cerita-cerita fiksi ilmahmu yang terinspirasi dari karya-karya dewi lestari dan semua ceritamu yang bertema angst, berakhir dengan kesedihan dan keputus-asaan. Setiap kali kutanyakan kenapa ceritamu harus berakhir seperti itu? jawabanmu selalu sama karena realita itu tidak mungkin, tidak akan pernah mungkin berakhir seindah dongeng. Tapi justru itulah yang aku suka dari setiap cerita buatanmu, kamu selalu membuatku begidik di akhir cerita. Kau memang jagonya kalau berhubungan dengan tulis–menulis, aku disini mencoba melengkapimu dengan visualisasi. Ya, aku adalah seorang illustrator, meskipun tidak sehebat teman–temanku anak seni rupa, tapi paling tidak aku lebih baik daripada mereka yang awam, aku selalu teringat proyek kita yang tertunda, proyek kita yang selalu kita agung – agungkan, sebuah novel grafis dimana kita berdua sebagai kreatornya, kamu dengan plot ceritamu, aku dengan ilustrasiku.“Noite” judul yang kamu tawarkan dan aku menyetujuinya. Sebuah karya yang menceritakan keberanian sekelompok pemuda menjelajahi tempat-tempat berhantu hanya untuk mencari kebenaran mitos. Semua karakter yang kamu deskripsikan itu kemudian aku visualisasikan, saat itu kamu begitu riang ketika sketsa tokoh novelmu itu sudah jadi. Kamu memberiku kecupan hangat di dahiku, dan membisikkan kata terima kasih dengan lembut dan merdu terdengar. Ah masa – masa itu, kali ini aku tidak sabar untuk mengangkatnya kembali ke hadapanmu, rencana – rencana kita yang tertunda.
Akhirnya aku sampai di rumahmu, aku lepas jaketku, lalu aku rapikan kemejaku, mengetok pintu dan mengucapkan salam, ibumu yang mempersilakanku masuk dan duduk. Seperti biasa ibumu begitu ramah padaku, sama seperti saat – saat kita awal memadu kasih dulu. Senyum ramah ibumu menghangatkan suasana, tawaran makan siang yang tidak pernah bisa kutolak, siapa yang bisa menolak aroma soto ayam yang menggoda itu, ibumu memang luar biasa. Meskipun begitu aku tahu perasaanmu sesungguhnya terhadap ibumu, betapa bencinya kamu terhadapnya. Karena beliau yang membuatmu tersiksa di jurusan yang salah, dari dulu kamu selalu ingin kuliah di dunia desain arsitektur, namun ibumu memaksamu untuk menjadi tenaga ahli di bidang medis, yah kamu selalu mengangkat hal itu ketika kutanyakan keadaan ibumu. Sudahlah, toh kamu juga sudah lulus dari jurusan salah arah itu, dan mendapatkan nilai yang terbaik pula. Karena memang kecerdasan dan kegigihanmu selama ini yang membuatmu melewati semuanya. kamu memang luar biasa, meskipun kamu sering mengeluhkan kuliahmu yang begitu susah, dosenmu yang luar biasa killer, kuliah praktek dinasmu yang melelahkan, tapi keluhanmu itu tak membuatmu lantas berhenti, menyerah dan meninggalkan semuanya. kamu tetap melangkah maju, terkadang melihat kegigihanmu itulah yang tak pernah berhenti membuatku kagum. Sesulit dan sesusah apapun kuliahmu kamu tetap menyediakan waktumu untuk membaca novel-novel penulis idolamu, dan kamu tetap menulis setiap waktu, mulai dari fan fiction tokoh-tokoh Harry Potter, hingga naskah novel “noite” mu sendiri.
Kamu masih meluangkan waktu untuk teman-teman sepermainanmu di komunitas para penulis di twitter dan di beberapa akun blogmu. Aku selalu menyukai mimik wajahmu ketika kamu menulis. Menunjukkan hasil karyamu kepadaku, dan memintaku memberi penilaian subjektifku kepada karyamu, wajah manyun itu ketika aku bercanda dengan karyamu, senyum lebar itu ketika aku memuji karyamu. Aku selalu menikmatinya.
Kamu masih meluangkan waktu untuk teman-teman sepermainanmu di komunitas para penulis di twitter dan di beberapa akun blogmu. Aku selalu menyukai mimik wajahmu ketika kamu menulis. Menunjukkan hasil karyamu kepadaku, dan memintaku memberi penilaian subjektifku kepada karyamu, wajah manyun itu ketika aku bercanda dengan karyamu, senyum lebar itu ketika aku memuji karyamu. Aku selalu menikmatinya.
Kamu sudah di hadapanku, sekarang aku yang terdiam. bingung mau bicara apa. Hanya senyuman dan airmata yang mengaliri pipi ku, kamu masih terlihat sama seperti setahun lalu, tetap cantik dan luar biasa. Aku memelukmu erat, meluapkan rinduku yang dalam. Aku tahu aku sudah bukan kekasihmu lagi tapi rasa itu tidak bisa mati, aku masih saja menyimpan cinta itu, menyimpan segenap rasa rindu terhadapmu. Kemudian aku duduk di hadapanmu, aku menceritakan kembali rencana – rencana itu, novel “Noite” kita yang tertunda, beberapa komik – komik pendek dari cerpenmu. Aku benar – benar bahagia sekali, kali ini aku sudah lulus kuliah, dan semua proyek yang tertunda karena tugas akhir itu akhirnya bisa terlaksana. Maafkan aku sayang, seandainya kita bisa lulus bersama saat itu, mungkin kita bisa mengerjakannya bersama–sama, menyelesaikannya bersama–sama, kita terbitkan bersama juga. Membayangkannya saja membuatku tersenyum kecil, pasti sangat menyenangkan. Aku terdiam memandangimu, kemudian membelaimu, tertunduk sejenak dan kemudian berbisik “sayang, aku akan selalu mengenangmu dalam karya ini, meskipun pada akhirnya aku sendiri yang mengerjakannya, tapi aku akan selalu mengingat spiritmu dan menorehkan namamu didalamnya, berbahagialah engkau disana, aku akan selalu merindukanmu”. Sekali lagi aku mengecup batu nisanmu, lalu beranjak dari tempatku. Kemudian aku berpaling meninggalkanmu memberimu waktu beristirahat kembali. Ya aku akan selalu merindukanmu gadis, akan selalu merindukanmu.
[Surabaya, Sabtu 7 April 2012, pukul 11.50 malam]
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus: " eaaaaa "
BalasHapusnice grief... :)
BalasHapus